Wednesday, September 27, 2017

Ethnic Group in Indonesia : Baduy

Baduy adalah salah satu suku adat yang berada di desa kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten, Indonesia. Suku ini terdiri dari 63 desa diantaranya 3 desa termasuk suku Baduy Dalam(Cibeo, Cikeusik, Cikertawana) dan 60 desa termasuk suku Baduy Luar. Saat mengunjungi Baduy kemaren, saya menginap di salah satu rumah warga yaitu Kang Herman di Desa Cibeo.

Perjalanan saya berawal dari stasiun rangkasbitung kemudian menuju titik awal masuk baduy yang ditempuh menggunakan elf selama 2 jam. Kemudian di pintu masuk menuju perkampungan baduy dalam ditempuh selama 2-3 jam berjalan kaki menyusuri jalan setapak hutan dan lembah. Biasanya akan ada pemandunya dari suku baduynya serta pemandu guide yang pada saat saya ikut tur, pemandu saya adalah mas gusti dari @tilulangkah. Untuk yang mau kesini, harus diperhatikan sepatu yang digunakan cocok untuk tanah yang licin dan medan yang bergelombang.
Jalan menuju dan dari kawasan Suku Baduy

Pos 2 Memasuki Kawasan Baduy
Jembatan menuju pos 2

Masyarakat Baduy Dalam memiliki ciri-ciri memakai baju putih atau hitam dengan memakai ikat kepala putih sedangkan Baduy Luar memiliki ciri-ciri memakai baju hitam dengan memakai ikat kepala biru. Penggunaan baju serba putih melambangkan kesucian yang tidak terpengaruh oleh aspek kehidupan luar.
Kecuali yang tengah, merupakan 2 orang suku baduy dalam
Anak-anak dari golongan suku baduy luar, boleh menggunakan baju bebas dan juga alas kaki seperti sendal
Baduy Luar dahulunya termasuk dalam golongan masyarakat Baduy Dalam, tapi karena mereka sudah tidak dapat mengikuti seluruh peraturan yang ada maka mereka dikeluarkan setelah mendapatkan sanksi dan kemudian bermusyawarah dengan Pu'un (ketua adat) serta tetua adat lainnya. Hal ini seperti tidak mengikuti peraturan untuk tidak menggunakan barang elektronik, tidak menaiki kendaraan bermotor, tidak berpoligami, tidak menggunakan sabun untuk membilas badan-pakaian-cuci piring dan lain sebagainya. (Sangat banyak sekali peraturan detailnya, harus ditanyakan lebih lanjut kepada masyarakat suku baduy).

Warga Baduy ini memiliki keyakinan agama tentang roh-roh yang termasuk kepercayaan animisme. Menurut beberapa sumber, agamanya merupakan sunda wiwitan. Mereka termasuk suku sunda yang masih menggunakan bahasa sunda baduy yang berbeda sedikit dengan bahasa sunda bandung dan juga pandeglang.

Mereka memiliki tanggalan yang berbeda dari penanggalan Masehi. Setiap bulannya memiliki kegiatan seperti bulan untuk bertanam/bertani, panen, sunat, puasa dan lain sebagainya.
Untuk bulan bertani, kaum wanita akan bertani sejak pukul 6 berangkat bersama-sama menuju lokasi kebun yang sudah ditentukan oleh Ketua Adat. Sistem pertanian tidak memakai air melainkan bertani sistem kering di tanah yang miring (tidak terasering atau bajak). Hal ini membuat panen yang lebih lama bisa mencapai 5-6 bulan sekali. Mengapa menggunakan sistem bertani kering? Karena suku Baduy mempercayai untuk tidak merubah kontur tanah sehingga sistem itulah yang dipilih. Untuk pertanian lainnya seperti jagung ataupun sayur dan buah seperti durian mereka akan bergantian menggunakan lahan untuk berkebun. Mengapa? Karena setiap masyarakat Baduy Dalam tidak memiliki lahan yang mana lahan yang ada adalah lahan milik adat atau lahan bersama sehingga mereka harus bergantian menggunakan lahan yang ada. Lokasi dan siapa yang akan meggunakan lahan akan dimusyawarahkan secara bersama-sama. Yang saya tau bahwa masyarakat Baduy Dalam tidak boleh menanam coklat.

Bulan Panen ini dirayakan secara serentak bagi masyarakat Baduy Dalam. Sudah tidak heran bagi orang-orang Lebak atau Rangkas disaat bulan ini tiba dapat melihat puluhan orang baduy akan serentak berjalan menuju balai kota untuk memberikan hasil panen mereka kepada pemerintah setempat. Beberapa hasil panen mereka gunakan untuk sehari-hari, dijual ataupun disimpan di lumbung padi mereka. Lumbung padi ini juga dapat mengartikan sisi ekonomi bagi masyarakat Baduy Dalam. Semakin banyak padi yang disimpan maka mereka termasuk orang kaya.

Kemudian untuk bulan puasa ini berlangsung selama 3 bulan. Puasa yang dimaksud adalah puasa dari pengunjung dari luar baduy yang akan datang ke wilayah baduy. Suku baduy dalam akan mengisolasikan diri selama 3 bulan. Untuk puasanya sendiri, mereka tidak akan puasa selama 3 bulan full tetapi hanya 1 hari di tiap bulan. Puasanya sama seperti puasa kaum muslim yaitu tidak makan dan minum. Puasa dimulai sejak jam 8 malam di hari sebelumnya hingga jam 6 malam saat hari puasanya.

Selanjutnya untuk tanggalan sunat, dilakukan serentak bagi masyarakat Baduy Dalam. Anak laki-laki yang akan disunat dikumpulkan bersama-sama untuk menuju sungai. Kemudian testis (kelamin jantan) direndam selama 30 menit di sungai yang dingin supaya membeku. Setelah itu akan langsung dipotong menggunakan pisau. Kegiatan ini adalah kegiatan yang paling meriah atau spesial bagi Suku Baduy Dalam. Bagi keluarga yang anaknya disunat harus menyediakan makan-makan bagi warga lainnya.

Masyarakat Baduy adalah penjaga alam hal ini dapat terlihat dari tidak diperbolehkannya menurut peraturan adat untuk menggunakan sabun bagi kegiatan sehari-hari. Kemudian mereka akan membakar pohon-pohon gulma yang sudah memenuhi hutan untuk meregenerasi kembali secara bertahap dan bergantian di lokasi-lokasi tertentu, tidak menggubah kontur tanah saat membuat rumah sehingga dapat dilihat terjadi perbedaan ketinggian tanah saat membangun rumah sehingga diberikan perbedaan ketinggian pondasi rumah yg menggunakan batu kali dan penggunaan bahan-bahan alami untuk membuat pipa air (dari bambu), gelang (bahan ilalang), benang (serat kayu tetapi jaman sekarang sudah memakai bahan yg lebih mudah dicari), sabun dan sendok (pelepah), payung (daun pisang), penumbuk padi (kayu tapi sekarang sudah ada yang memakai mesin penggiling) dan lain sebagainya.
Alam yang bersih dan asri
Alam yang bersih dan asri
Luas wilayah kawasan suku baduy ini mencapai ribuan hektar. Akang herman bercerita pernah suatu ketika ada orang luar yang mengklaim wilayah baduy sebagai milik mereka. Terjadi persengketaan mengenai hal tersebut sehingga terjadilah perjanjian mengenai wilayah kawasan suku Baduy. Sejak saat itu suku baduy mulai belajar huruf dan kata untuk mempertahankan wilayah mereka. Serta diadakan pos penjaga di wilayah perbatasan yang dijaga bergantian oleh masyarakat suku baduy.

Sejak tahun 2000, warga baduy dalam sudah mulai membuka diri dan berbau dengan dunia luar. Hal ini dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak tersedia di wilayah Baduy diantaranya garam, minyak ataupun obat-obatan serta bantuan lainnya yang terkadang mendesak untuk warga Baduy. Presentasi penggunaan obat bagi masyarakat Baduy Dalam sebesar 20% sedangkan sisanya masih membuat rempah dan bahan alami yang diracik sendiri dari resep turunan nenek moyang suku Baduy. Kemudia mereka juga sudah ada beberapa yang memiliki KTP dan mengikuti pemilihan kepala daerah. Menurut Kang Herman, ada beberapa orang juga yang berkampanye di wilayah suku Baduy di desa Kanekes. Hal ini juga baik untuk warga baduy sehingga mereka dapat menjual barang-barang yang mereka produksi ke luar wilayah baduy untuk mendapatkan uang kemudian uang itu mereka belanjakan keperluan yang tidak ada di wilayah mereka. Sering kali kita jumpai ada suku baduy yang berjualan di wilayah jabodetabek seperti madu dari bunga rambutan-durian-dll, kerajinan tangan tas-gelang-gantungan kunci-gelas-kain tenun-baju khas baduy, beras, gula aren, ijuk dan lain sebagainya.
Ibu dari suku baduy luar sedang membuat kain
Dari hal makanan, suku baduy tidak boleh memakan daging kambing dan babi. Mereka biasanya makan-makanan yang ada dari ladang atau setelah kembali berjualan mereka lebih suka membeli ikan asin karena bisa lama disimpan di dapur. Daging ayam merupakan makanan yang spesial atau mewah sehingga hanya disajikan jika ada acara-acara tertentu. Suku Baduy tidak boleh memelihara binatang atau berternak menurut peraturan adatnya.

Saya berada di baduy selama 2 hari 1 malam. Selama saya berada di wilayah baduy dalam dimana ada perbatasannya berupa sungai dan juga saung, yaitu tidak boleh mengaktifkan barang elektronik. Sejak saat itu saya tidak diizinkan untuk mengambil gambar, mengambil video ataupun audio percakapan kami. Hal ini harus kami turuti untuk menghormati budaya suku baduy. Awalnya memang sangat disayangkan. Tetapi setelah saya mengalaminya, saya baru tau dengan tidak diaktifkannya barang elektronik, disitulah kehidupan suku baduy akan dapat kita rasakan dan kenal lebih jauh. Kesunyian yang jauh dari hiruk-pikuk barang elektronik menyimpan cerita tentang kecintaan terhadap lingkungan, kepatuhan terhadap aturan dan ikhlas atas rahmat yang telah diberikan kepada mereka. Tidak adanya barang elektronik membuat kita lebih menghargai waktu dan bersikap lebih produktif untuk menjalanin kehidupan. Seperti saat tidak adanya lampu, maka kegiatan diluar rumah akan dilakukan sejak pukul 6 pagi hingga 6 malam. Hal itu membuat kita harus lebih produktif untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ada diluar rumah. Kemudian waktu berbincang dengan keluarga ataupun tetangga lebih efektif tanpa ada gangguan dari gadget. Dan saat malam hari, berjuta bintang menyinari di langit serta kunang-kunang bertebaran di sekitar rumah. Pada malam itu, aku tidur diiringi lantunan dari senar kecapi yang dimainkan oleh bapak pemilik rumah serta suara tenggerek diluar rumah. Tenang-sunyi dan remang-remang dari api kecil di ujung rumah membuatku tidur nyenyak selama 8 jam tanpa gangguan.

Kami tinggal di salah satu rumah milik masyarakat desa Cibeo salah satu perkampungan Baduy Dalam. Rumah ini dibangun dengan pondasi kayu dan batu kali, lantai dari bambu, dinding dari anyaman kayu yang tidak ada papu sama sekali dan atap dari daun sagu serta ijuk yang harus diganti 4-5 bulan sekali. Rumah suku Baduy terdiri dari 3 ruangan yaitu ruang depan digunakan sebagai penerima tamu serta tempat untuk menenun bagi kaum wanita, bagian atau lapisan kedua berfungsi sebagai ruang keluarga dan juga ruang tidur serta runag ketiga terdiri dari dapur dan tempat cadangan makanan. Pembuatan rumah dilakukan secara serentak dan bergotong royong setelah bermusyawarah secara bersama-sama. Pengalaman saya kemaren menginap, kami tidur diatas sleeping bag dengan alas tikar. Ada hal yang unik yaitu wadah untuk meminum. Tempat untuk meminum berupa botol besar seperti tempat arak dan gelas untuk minum berupa mangkuk sehingga seperti sedang minum di jepang. Kemudian, jika minum kita tidak abis, dapat langsung dibuang melalui lantai rumah yang bisa diangkat sedikit dan langsung dibuang disitu. Karena lantai terbuat dari susunan bambu yang tidak dipaku sehingga hal ini mungkin terjadi. Masyarakat baduy masih menggunakan tungku dan kayu bakar saat memasak, sehingga hasil masakan memiliki aroma tersendiri yang unik. Biasanya di depan rumah terdapat benda seperti kentungan pos kamling yang ternyata berfungsi untuk penyimpanan air. Sehingga waktu itu kita untuk wudhu dapat menggunakan air yang ada di kentungan tersebut dan tidak perlu jauh-jauh berjalan ke sungai atau air kucuran di sebrang jembatan yang berjarak sekitar 100 m dari rumah tempat kami tinggal.
Rumah baduy luar
Permukiman Baduy Luar
Salah satu guide kami dari suku Baduy memiliki warna lensa mata coklat, mungkin ini ada perbauran genetik dijaman dahulu. Karena saat saya tanya, akangnya tidak tau dan menganggap hal itu biasa saja. kemudian sempat kami tanyakan mengenai mengapa hanya kaum pria saja yang boleh keluar dari wilayah mereka untuk berjualan? Kemudian akangnya menjawab bahwa tidak ada perbedaan, biasanya kaum wanita hanya sampai daerah Rangkasbitung untuk berjualan. Salah satu alasannya adalah kasian jika wanita harus berjalanan kaki jauh tanpa alas kaki sehingga biasanya yang sanggup hanyalah kaum pria saja. Dan saat sedang melakukan perjalanan, mereka biasanya akan singgah di rumah rekan mereka yang merupakan suku baduy luar atau pengunjung yang sudah sering datang ke baduy.

Kemudian kami juga menanyakan apakah ada bantuan dari pemerintah atau institusi kepada suku Baduy? Mereka menjawab banyak sekali dan bahkan berterima kasih karena sudah banyak tawaran untuk membantu mereka. Tapi kebanyakan mereka menolak, mengapa? karena bertentangan dengan peraturan yang mereka percayai seperti pemberian lampu, buku, gambar, tenaga pengajar, tenaga medis, jalan aspal untuk kemudahan akses, susu bayi dan lain sebagainya. Jika ada barang-barang yang bertentangan dengan peraturan adat mereka, maka saat ada penggeledahan yang dilakukan oleh tetua adat maka barang akan disita dan akan ada sanksi bagi masyarakat suku baduy dalam.

Karena alam yang masih sangat terjaga di wilayah baduy, kemaren saya kaget menemukan cacing tanah yang gemuk-gemuk sekali seperti kaki seribu, ayam-ayam hutan yang lincah dan gendut, kepiting yang tidak sengaja ditemukan di dekat kucuran air, ikan-ikan kecil di sungai, bekicot-siput-tutut, burung-burung di langit, nyamuk hutan, kunang-kunang, kepik, belalang, jangkrik, kupu-kupu warna kuning dan putih, kaki seribu, ulat bulu, tawon, lebah, lewing, kumbang, semut hutan dan terkadang menurut masyarakat baduy dapat dijumpai elang jawa serta harimau ataupun buaya.

Paginya, sekitar pukul 7.15 kami meninggalkan wilayah baduy dalam menuju jembatan akar yang ditempuh selama 3 jam berjalan kaki menyusuri hutan dan lembah. Kami melalui perkampungan baduy luar. Di perkampungan Baduy Luar dapat dijumpai binatang anjing serta kucing. Kami sampai di jembatan akar. Jembatan yang tidak terlalu besar terbuat dari akar gantung dari 2 pohon yang ada di sebrang sungai. Akar gantung itu menyatu menjadi jembatan. Karena intensitas orang yang menyebrang tinggi serta adanya banjir tinggi yang menyentuh jembatan tersebut mengakibatkan warga menambahkan bambu sebagai dasar bagi jembatan tersebut agar lebih kokoh.
Jembatan akar berada di bagian atas foto
Setelah itu kami berjalan lagi selama 30 menit menuju tempat elf kami menunggu melalui perkampungan warga luar suku baduy. Kemudian kami bersih-bersih dan membeli oleh-oleh di titik temu pintu gerbang memasuki wilayah kawasan suku baduy.
Toko-toko yang menjajakan hasil produk suku baduy dalam dan baduy luar
Foto bersama adek-adek kecil dari suku baduy dalam
Oh ya menurutku suku baduy itu suku yang pintar, mengapa? karena semua peraturan adat mereka tidak ada yang tertulis jadi mereka mengingatnya dalam ingatan mereka. Mereka juga belajar learning by doing kayak semisal setiap lelaki yang menikah harus bisa membangun rumah sehingga sejak kecil sudah diajarkan untuk bisa membangun saung kecil sendiri. Perjalanan yang melelahkan tapi juga membawa cerita mengenai suku Baduy. Mungkin lain waktu dapat hadir kembali bermain kesana...
Terima kasih @tilulangkah sudah mengajak saya merasakan tinggal di rumah suku baduy :)


Referensi:
-Wawancara langsung kepada warga Baduy Dalam dan Luar pada tanggal 23-24 September 2017 di desa Cibeo
-http://nasional.kompas.com/read/2011/10/07/01333829/Orang.Baduy.Tuntut.Agamanya.Diakui diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 10.00

Gambar didapat setelah melewati batas wilayah kawasan baduy dalam dari,
-Hasil dokumentasi pribadi
-Hasil dokumentasi anggota tour

Monday, September 18, 2017

#Randompost

Hai selamat malam, sudah lama ganulis disini....

Setelah pulang kerumah, entah kenapa jadi agak males untuk nulis ya entah itu yang hanya tulisan random sampe yang serius.

Jadi mau cerita aja kalo skrg lagi banyak disuruh sama Allah untuk bersabar dan bersyukur atas diri sendiri.... Entah kenapa juga banyak tersadarkan kalo diri ini terlalu galak atau judes tapi kan kedua sifat itu ga muncul begitu aja, ada alasan yang membuat sifat itu muncul. Tetapi ya memang, untuk menjadi seorang pribadi banyak masukan dari lingkungan termasuk sifat ini. Sehingga harus beradaptasi agar dapat masuk kedalam lingkungan dan lebih diterima sama orang di lingkungan baru. Dan juga sifat lebih terbuka dan confident!
Ya aku percaya dengan terus berlatih pasti bisa, semangat for myself!

Sekian dulu ya, bye!

My 10 top favourite of coffee shop

The coffee shop is one of my favorite places to visit for do my assignment, meet my friend, place for a meeting a project, wait for someone,...