Walau
jam menunjukan pukul 14.00 waktu setempat, namun kenyataannya kondisi diluar
seperti pukul 5 dini hari. Kabut asap tebal
menutupi cahaya matahari sehingga tidak dapat menyinari kota dan membuat seisi
kota menjadi gelap gulita. Kabut asap tebal menerjang riau lagi pada hari itu
dan membuat kota ini seperti kota mati. Cerita temanku dari Riau.
Asap
yang tebal membuat dia sulit untuk bernafas. Asap yang terhirup dapat
menimbulkan batuk-batuk hingga infeksi saluran pernafasan yang lebih lanjut. Karena
hal tersebut, masker menjadi barang langka dan mahal disana. Seluruh penduduk
riau mencari masker untuk melindungi diri dari udara yang tidak bersahabat itu.
Hawa
panas membuat dia tak betah berlama-lama diluar rumah. Hawa itu membakar mulai
dari ujung kaki hingga ujung kepala, membuat kepalanya seakan-akan retak
seperti telur rebus yang sudah matang. Bukan hanya dia sebagai manusia yang merasakan
tetapi juga burung-burung tidak terlihat ada yang berterbangan di siang itu dan
binatang-binatang lainnya yang biasanya ramai bersaut-sautan, semuanya diam dan
membisu, bersembunyi dari hawa panas. “Seperti di mars, panas, berdebu dan
tidak ada kehidupan.” kata dia menggambarkan.
Itu
adalah salah satu dampak dari konversi hutan yang sedang marak terjadi di pulau
Sumatera. Hutan di bakar kemudian dibangun perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Perusahaan tersebut tiap tahunnya terus bertambah dan membuat kabut asap tebal akan
sering terjadi di kotanya akhir-akhir tahun ini. Tambahnya.
Sejak
tahun 1970, pengundulan pada Hutan Indonesia mulai marak terjadi. Laju
kehilangan dan kerusakan hutan Indonesia mencapai 2,8 juta hektar/tahun. Dan
saat ini diperkirakan luas hutan Alam Indonesia hanya 28% yang tersisa. Dunia
menangis, negeri ini pun harus menanggung malu ditempatkan sebagai Negara
dengan tingkat kerusakan hutan terbesar di dunia. (Guinnes Book of World Record
2008). Dan yang paling tragis, Environmental performance index (EPI) tahun 2008
memberikan nilai nol bagi pengelolaan hutan.
Dahulu
riau tidak begini, sambungku mengenang masa kecil disana. Hutan-hutan tumbuh
lebat dan subur. Hutan memiliki berbagai ragam sumber daya alam hayati.
Di
dalam hutan, banyak terdengar bunyi suara dari serangga, burung, ular, kodok yang
bersaut-sautan hingga harimau yang mengaung. Walau mayoritas warna di hutan
hijau, tetapi kita dapat melihat warna-warni bunga, jamur, pakis liar yang
tersembunyi di balik batang dan daun tumbuhan besar.
Pernahkah
kalian mengetahui makna bunyi sahut-sahutan dari siamang? Saat siamang
mengeluarkan suara ke spesies lainnya di atas pohon menandakan bahwa mereka
sudah kenyang sehabis mereka makan. Di tempat ramainya siamang, terdapat banyak
sisa-sisa buah-buahan yang terbuang ke tanah oleh siamang. Hal ini dapat
membatu saat kita sedang tersesat dan menderita kelaparan di hutan. Karena
keadaan perut hewan ini serupa dengan perut manusia, sehingga kita dapat
memakan buah-buah yang mereka makan.
Kemudian
lintah, hewan kecil yang hidup di lumpur. Jika kamu digigit lintah, jangan kaget
dan panik seperti mencabut dan menariknya langsung hingga lepas karena lintah
tak akan melepaskan gigitannya dan akan menjadi luka bila kita paksakan
menariknya. Gosokkan tembakau pada lintah atau semprotkan air garam yang
membuat lintah melepaskan gigitannya karena lintah tidak tahan pada tembakau
maupun air garam.
Lintah
akan mengarahkan kepalanya ke arah timur, arah matahari. Karena lintah hidup di
tengah kelembapan hutan yang dingin sehingga ia membutuhkan sumber kehangatan.
Maka dari itu, kepala lintah akan selalu menuju matahari. Dengan begitu, kita
akan tahu dimana timur, barat, utara dan selatan, maka lintah disebut kompas
alam. Lintah akan menolongmu keluar dari kesesatan hutan.
Kupu-kupu
beterbangan bebas tiada yang mengganggu, terbang bebas menyusuri setiap sisi hutan
dan sesaat mereka beristirahat, meminum sari-sari bunga. Kalian tau bahwa Kupu-kupu dapat membatu proses penyerbukan
dan ada kupu-kupu yang bisa menyerbuki bunga dalam waktu yang sangat cepat
sehingga bisa berguna menaikkan produktifitas perkebunan kelapa sawit.
Kemudian
saat masih menjadi kepompong, ia memiliki beraneka macam warna yang dapat
dimanfatkan dan dijadikan bahan tektis organis.
Kita
seakan buta, bisu, tuli akan semua fakta itu, tentang kekayaan dan manfaat yang
mereka berikan. Semua keserakahan dan nafsu yang kita lakukan telah merusak
hutan dan kita sendirilah yang menerima dampak dari kerusakan hutan.
Yuk
mulai dari sekarang kita jaga hutan kita dengan cara yang mudah yaitu hemat
pemakaian kertas yang terbuat dari batang pohon dan penggunaan plastik dan
barang-barang lainnya yang terbuat dari kelapa sawit dan mulai beralih pada
barang-barang daur ulang yang bersahabat dan juga terlibat dalam aksi lingkungan disekitar kita. #ProtectParadise! http://www.greenpeace.org/seasia/id/aksi-kamu/Protect-Paradise/
· REFERENSI
·
Greenpeace.org
·
Wawancara teman dari Riau
·
Dibalik
Kerusakan Hutan dan Bencana Alam. Kartodiharjo, Hariadi. 1,
Jakarta: Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia, 2007
·
Belajar
Beradaptasi (Bersama-sama Mengelola Hutan di Indonesia)
oleh Trikurnianti Kusumanto, Elizabeth Linda Yuliani, Phil Macoun, Yayan
Indriatmoko, dan Hasantoha Adnan
·
PDF Lembar Fakta Deforestasi WWF
No comments:
Post a Comment